Kuliah

Manajemen Produksi Benih

TUGAS TERSTRUKTUR
MANAJEMEN PRODUKSI BENIH
“Teknik Produksi Benih Padi Hibrida”

Kelas H
Kelompok 6
Imayasari Urfa 115040101111129
Eny Martha N. 115040101111132
Suvi Wahyu I. 115040101111133
Indah Tri Wahyuni 115040101111146
Nunik Amalya M. 115040101111147
Hilda Nur Azizah 115040101111149

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

I. PENDAHULUAN

Padi hibrida dirakit pertama kali di Cina pada tahun 1974 dan digunakan secara komersial sejak 1976, dengan melepas varietas padi hibrida yang diberi nama Nam You 2 dan Nam You 3. Di Indonesia penelitian padi hibrida telah dilakukan sejak 1983 (Yulvani, Andi, dkk. 2008). Penerapan teknologi padi hibrida diharapkan dapat meningkatkan hasil padi 15-20% atau sekitar 1 t/ha dibandingkan dengan padi konvensional (inhibrida) (Suwarno,dkk. 2002). Padi termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri yang dalam kondisi normal mempunyai tingkat penyerbukan silang sangat rendah.
Oleh sebab itu, penyediaan benih padi hibrida yang merupakan generasi F1 dari persilangan antara dua galur atau varietas homozigot sering menjadi faktor pembatas dalam penerapan teknologi padi hibrida secara luas. Produksi benih hibrida dilakukan dengan menggunakan galur mandul jantan. Galur mandul jantan mempunyai polen steril, sehingga hanya dapat menghasilkan benih apabila terjadi persilangan atau mendapat polen normal (fertil) dari galur atau varietas lain. Karena melibatkan galur mandul jantan, produksi benih hibrida berbeda dengan produksi benih padi inhibrida. Untuk padi hibrida sistem 3 (tiga) galur tetua yaitu galur mandul jantan (A), galur pelestari (B), dan galur pemulih kesuburan (R) (Suwarno,dkk.2002).
Dengan demikian, menurut Suprihatno dan Sutolo (1989), produksi benih padi hibrida mencakup dua tahap, yaitu produksi benih galur tetua dan produksi benih hibrida. Produksi benih galur A dilakukan melalui persilangan antara galur A dengan galur B, sedangkan produksi benih galur B dan R dilakukan seperti produksi benih padi inhibrida karena bersifat normal. Produksi benih hibrida dilakukan melalui persilangan antara galur A dengan galur R. Untuk mendapatkan hasil tinggi dalam produksi benih, khususnya untuk galur A dan hibrida, diperlukan teknologi khusus. Selain untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, teknologi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan frekuensi persilangan sehingga terjadi peningkatan jumlah bulir isi atau pembentukan benih.
Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi) telah menghasilkan 6 varietas padi hibrida (VUB) yaitu Maro dan Rokan dilepas tahun 2002, Hipa 3 dan Hipa 4 dilepas tahun 2004, serta Hipa 5 Ceva dan Hipa 6 Jete yang dilepas tahun 2007. Varietas –varietas padi hibrida tersebut mempunyai tingkat heterosis 15 –20 % lebih tinggi dibanding varietas IR-64. Namun demikian varietas-varietas tersebut masih mempunyai beberapa kelemahan terutama Maro dan Rokan yang rentan terhadap wereng batang coklat (WBC), hawar daun bakteri (HDB), dan tungro sehingga daerah pengembangannya terbatas (Yulvani, Andi, dkk. 2008). Oleh karena itulah, paper ini dibuat untuk mengetahui proses produksi padi hibrida yang sesuai dengan Petunjuk Teknis dari Dinas Pertanian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Padi Hibrida
Padi hibrida adalah turunan pertama (F1) dari persilangan antara dua galur murni. Varietas padi hibrida yang akan dikembangkan merupakan generasi F1 hasil persilangan antara galur mandul jantan (A) dengan restorer (R). (Anonymous, 2008)
Benih padi hibrida adalah generasi filial pertama (F1) dari suatu persilangan dua varietas yang secara genetis berbeda. Benih padi hibrida diproduksi bila sel telur dibuahi oleh serbuk sari dari kepala sari yang berasal dari vareitas/galur tanaman padi yang berbeda. (Deptan, 2014)
Pengertian varietas hibrida pada tanaman padi sama dengan tanaman lainnya, yaitu turunan pertama (F1) dari hasil persilangan antara dua galur murni.Varietas padi hibrida merupakan generasi F1 hasil persilangan antara galur mandul jantan ( A ) dengan galur Restorer/penyubur ( R ).karena merupakan generasi pertama maka sifat yang ditampilkan sangat cepat mengalami perubahan (segregasi) bila ditanam kembali.Oleh sebab itu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan setiap kali menanam padi hibrida petani dianjurkan untuk tidak menggunakan hasil panenan sebagai benih atau ditanam kembali.Hasil panen padi hibrida merupakan generasi ke-2 (F2 ) yang secara teori telah terjadi pemisahan atau segregasi menjadi 25% mandul jantan dan 75% fertil.Oleh sebab itu bila benih hasil panen varietas padi hibrida ditanam maka pertanaman tidak kerataan tanam,bentuk tanaman dan gabahnya juga tidak seragam,kembali menuju sifat para tetuanya. (Marlina, 2011)
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Padi hibrida adalah produk persilangan antara dua tetua padi yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat, maka hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi dari pada kedua tetua tersebut. Dalam pertanian, yang dimaksud dengan varietas hibrida adalah tipe kultivar yang berupa keturunan langsung dari persilangan antara dua atau lebih populasi pemuliaan.

2.2 Kelemahan dan Keunggulan Benih Padi Hibrida
Keunggulan Benih Padi Hibrida, antara lain :
• Hasil yang lebih tinggi dari pada hasil padi unggul inbrida;
• Vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma;
• Keunggulan dari aspek fisiologi, seperti aktivitas perakaran yang lebih luas, area fotosintesis yang luas, intensitas respirasi yang lebih rendah dan translokasi asimilat yang lebih tinggi;
• Keunggulan pada beberapa karakteristik morfologi seperti sistem perakaran lebih kuat, anakan lebih banyak, jumlah gabah per malai lebih banyak, dan bobot 1000 butir gabah isi yang lebih tinggi.
Kelemahan Benih Padi Hibrida, antara lain :
• Harga benih yang mahal;
• Petani harus membeli benih baru setiap tanam, karena benih hasil panen sebelumnya tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya;
• Tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida. Untuk tetua jantannya hanya terbatas pada galur atau varietas yang mempunyai gen Rf atau yang termasuk restorer saja;
• Produksi benih rumit;
• Memerlukan areal penanaman dengan syarat tumbuh tertentu.
(Diperta,2014)
2.3 Syarat Produksi Benih Padi Hibrida Dan Tumbuh Padi Hibrida
• Syarat Produksi Padi Hibrida

Padi hibrida yang merupakan tanaman F1 hasil persilangan antara GMJ (A) dengan galur pemulih kesuburan (R) hanya dapat ditanam satu kali karena bila hasil panen hibrida ditanam lagi akan mengalami perubahan yang signifikan sebagai akibat adanya segregasi F2 sehingga pertanaman tidak seragam dan tidak baik. Oleh karena itu, benih F1 harus diproduksi dan petani juga harus selalu menggunakan benih F1. Produksi benih padi hibrida mencakup dua kegiatan utama yaitu: produksi benih galur tetua dan produksi benih hibrida. Galur tetua meliputi GMJ, B dan R. GMJ bersifat mandul jantan, produksi benihnya dilakukan melalui persilangan GMJ x B. Galur B dan R bersifat normal (fertil), produksi benihnya dilakukan seperti pada varietas pada inbrida. Benih hibrida diproduksi melalui persilangan GMJ dan R. Beberapa faktor yang mutlak harus diperhatikan dalam produksi benih padi hibrida adalah:
1. Pemilihan lokasi yang tepat, yaitu bersih dari benih-benih tanaman lain, bukan daerah endemik hama dan penyakit utama, tanah subur, cukup air, mempunyai sistem irigasi dan drainasi yang baik, dan tingkat keseragaman (homogenitas) tanah yang tinggi.
2. Kondisi cuaca yang optimum, yaitu: Suhu harian 20-30ºC, kelembapan relatif 80%, sinar matahari cukup (cerah) dan kecepatan angin sedang, tidak ada hujan selama masa berbunga (penyerbukan).
3. Isolasi dari pertanaman padi lainnya. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi penyerbukan dari polen yang tidak diinginkan, areal pertanaman produksi benih harus diisolasi dari pertanaman padi lainnya. Ada tiga macam isolasi yaitu: isolasi jarak, isolasi waktu, dan isolasi penghalang fisik.
• Isolasi jarak. Pada produksi benih F1 hibrida, isolasi jarak dengan pertanaman padi lainnya minimal 50 m, sedangkan pada produksi benih galur A minimal 100 m.
• Isolasi waktu. Pada isolasi ini perbedaan waktu berbunga antara pertanaman produksi benih dengan tanaman padi di sekitarnya minimal 21 hari.
• Isolasi penghalang fisik. Pada isolasi ini dapat digunakan plastik sebagai penghalang dengan ketinggian 3 m.
4. Perbandingan jumlah baris antara tanaman A dan B pada perbanyakan galur A dan antara tanaman A dan R pada produksi benih F1.
• Pada perbanyakan benih A, digunakan perbandingan baris tanaman 2B : 4-6A, dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Jarak tanam antar baris tanaman A terluar dengan baris tanaman B terluar adalah 30 cm. Jarak tanam di dalam baris B adalah 20 cm.
• Pada produksi benih F1 hibrida, digunakan perbandingan baris tanaman 2R : 8-12A, dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Jarak tanaman A terluar dengan baris tanaman R terluar adalag 30 cm. Jarak tanam di dalam baris R adalah 20 cm.
• Arah barisan tanaman. unutk meningkatkan penyebaran polen,arah barisan tanaman galur A dan B dibuat tegak lurus arah angin pada waktu pembungaan.
5. Pengelolaan Tanaman, terdiri dari:
• Perkecambahan benih: Untuk produksi benih seluas 1 ha diperlukan benih : 15 kg galur A dan 5 kg galur B atau R. Rendam benih selama 24 jam, Angin-anginkan benih selama 24 jam, Tabur benih dengan kepadatan 50-75 g/m2 atau luas persemaian unutk 1 ha produksi benih : 300 m2 untuk galur A dan 100 m2 untuk galur B atau R.
• Persiapan pesemaian, terdiri atas; Lumpurkan tanah pesemaian dua kali dengan interval satu minggu, buat bedengan setinggi 5-10 cm, lebar 1 m dan panjang sesuai petakan sawah, buat saluran pembuangan air dengan lebar 10 cm antar petak pesemaian, berikan 5-6 g pupuk NPK per m2 yang diaduk dengan tanah, berikan air setinggi 2-3 cm dan keringkan sekali waktu utnuk memperbaiaki vigor ( kekuatan) bibit, tingkatkan permukaan air sampi 5 cm unutk menekan gulma, buang gulma(rumput-rumput) yang ada pada pesemaian.
6. Pengolahan Tanah
• Tanah diolah 15 hari sebelum penanaman bibit, pengelolaan tanah dilakukan untuk memperoleh tingkat pelumpuran yang tinggi.
7. Penanaman
Prosedur penanaman bibit yaitu:
• Bibit berumur 18-21 hari ditanam dengan jumlah bibit 1-2 batang per rumpun.
• Dosis pupuk yang diberikan adalah 135 kg N; 45 kg P dan 45 kg K/ha. Pupuk diberikan tiga kali yaitu:
a. Pada saat tanam dengan memberikan 45 kg N dan seluruh dosis pupuk P dan K.
b. Pada saat tiga minggu setelah tanam dengan memberikan 45 kg N.
c. Pada saat enam minggu setelah tanam dengan memberikan 45 kg N.
• Pada produksi benih F1 hibrida, pupuk dasar diberikan pada saat penanaman bibit galur A.
• Air tanah setinggi 5 cm dari permukaan tanah sampai 10 hari sejak tanam.

• Syarat Tumbuh Padi Hibrida
Dalam usaha pengembangan padi hibrida selain dikembangkan oleh petani yang apresiatif dan responsive terhadap teknologi, secara biofisik padi hibrida dianjurkan ditanam di wilayah agroekosistem yang sesuai.
• Parameter Biofisik Daerah Pengembangan
Daerah potensial untuk pengembangan adalah sawah di dataran sedang yang memiliki pengairan irigasi teknis yang dapat tanam 2 kali setahun, bebas banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, aman dari hama wereng coklat, penyakit tungro dan penyakit hawar daun bakteri dengan produktivitas sama atau lebih dari 4,5 ton/ha. Daerah bermasalah adalah sawah di dataran rendah yang memiliki pengairan irigasi teknis hanya dapat tanam 1 kali setahun, rawan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, potensial sampai endemis hama WBC, penyakit tungro dan penyakit HDB dengan produktivitas kurang dari4,5ton/ha.

• Budidaya Padi Hibrida
Budidaya padi hibrida pada prinsipnya mengikuti prinsip Pendekatan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah. Anjuran komponen teknologi produksi padi dengan pendekatan PTT adalah :
1. Penggunaan varietas padi unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi dan atau bernilai ekonomi tinggi.
2. Penggunaan benih bersertifikat dengan mutu bibit tinggi.
3. Penggunaan pupuk berimbang spesifik lokasi.
4. Penggunaan kompos bahan organik dan atau pupuk kandang sebagai pupuk dan pembenah tanah.
5. Pengelolaan bibit dan tanaman padi sehat.
a. Pengaturan tanam sistem legowo, tegel, maupun sistem tebar benih langsung, dengan tetap mempertahankan populasi minimum.
b. Penggunaan bibit dengan daya tumbuh tinggi, cepat dan serempak yang diperoleh melalui pemisahan benih padi bernas (berisi penuh)
c. Penanaman bibit umur muda dengan jumlah bibit terbatas yaitu : antara 1 – 3 bibit per lubang.
d. Pengaturan pengairan berselang dan pengeringan berselang
e. Pengendalian gulma.

6. Pengendalian hama penyakit dengan pendekatan terpadu.
7. Penggunaan alat perontok gabah mekanis ataupun mesin.
Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam budidaya padi hibrida adalah sebagai berikut:
a. Bila daun padi hibrida di persemaian sudah mencapai 4 helai, maka tanaman padi tersebut segera ditanam pindah ke sawah, bila daun padi sudah mencapai 8 helai, maka segera dilakukan pemupukan, bila daun padi sudah mencapai 12 helai maka tanaman padi harus dikeringkan dan bila daun padi sudah mencapai 16 helai maka tanaman memasuki primordial bunga dan segera diberi pupuk susulan.
b. Jangan mengairi sawah terlalu banyak dan dalam jangka waktu lama agar tumbuh banyak anakan.
c. Memupuk untuk memperkuat tanaman, mengairi untuk membentuk bulir
d. Hindari padi hibrida saat berbunga bersamaan dengan musim petir dan hujan lebat, hal ini dapat dilakukan melalui pengaturan saat tanam.
e. Tanah menghasilkan makanan, sedangkan yang tidak bisa dimakan (jerami dan sekam) hendaknya dikembalikan ke tanah.
Tehnik Budidaya
1. Benih
Benih padi hibrida hanya dapat digunakan untuk satu kali musim pertanaman. Karena benih dari hasil pertanaman padi hibrida tidak dapat ditanam kembali, maka setiap kali menanam harus menggunakan benih baru. Untuk 1 hektar areal pertanaman membutuhkan antara 10 – 20 kg benih. Sebelum disebar, benih direndam selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam selama 24 jam ditempat yang aman.
2. Pesemaian
a. Areal untuk lahan pesemaian diusahakan bukan bekas tanaman padi atau bero untuk menghindari benih tercampur dengan padi varietas lain.
b. Tanah diolah, dicangkul atau dibajak, dibiarkan dalam kondisi macak-macak selama minimal 7 hari agar gabah yang ada dalam tanah tumbuh sehingga bisa dibersihkan sebelum benih disebar.
c. Buat bedengan dengan tinggi 5-10 cm, lebar 110 cm dan panjang disesuaikan dengan ukuran petak dan kebutuhan.
d. Pupuk pesemaian dengan urea, TSP dan KCl masing-masing sebanyak 5 gr/m2.
e. Sebar benih yang telah diperam dengan merata.
3. Persiapan Lahan.
a. Tanah diolah secara sempurna yaitu dibajak I, dibiarkan selama 5-7 hari dalam keadaan macak-macak kemudian dibajak II dan digaru untuk melumpurkan dan meratakan tanah. Untuk menekan pertumbuhan gulma, lahan yang telah diratakan disemprot dengan herbisida pratumbuh dan dibiarkan selama 7-10 hari.
4. Penanaman.
a. Penanaman dilakukan saat bibit berumur 21 hari.
b. Jarak tanam 20 x 20 cm, satu tanaman per rumpun.
c. Biasanya pada umur 21 hari ada sebagian bibit yang telah mempunyai anakan karena populasi bibit dipesemaian lebih jarang dari yang biasa dipraktekan petani. Bibit yang telah mempunyai anakan tidak boleh dipisahkan pada saat menanam.
5. Pemupukan.
a. Musim kemarau
 Takaran pupuk : 300 kg urea, 100 kg SP 36 dan 150 kg KCl/ha.
 Waktu pemberian :
1. Saat tanam : 60 kg urea + 100 kg SP 36 + 100 kg KCl/ha.
2. 4 MST : 90 kg urea /ha.
3. 7 MST : 75 kg urea + 50 kg KCl/ha.
4. 5% berbunga : 75 kg urea/ha.
b. Musim hujan
 Takaran pupuk : 250 kg urea, 100 kg SP 36 dan 150 kg KCl/ha.
 Waktu pemberian :
 Saat tanam : 50 kg urea + 100 kg SP 36 + 100 kg KCl/ha.
 4 MST : 75 kg urea /ha.
 7 MST : 75 kg urea + 50 kg KCl/ha.
 5% berbunga : 50 kg urea/ha.
6. Pemeliharaan Tanaman
a. Penyiangan dilakukan secara intensif paling sedikit 2 kali menjelang pemupukan 2 dan 3
b. Padi hibrida peka terhadap penyakit tungro dan hama wereng coklat, oleh karena itu hindari pengembangan di daerah endemis hama dan penyakit, terapkan PHP dengan monitoring keberadaan tungro dan populasi wereng coklat. Perhatikan juga serangan hama tikus dan penerbangan ngengat penggerek batang.
c. Insektisida yang manjur mengendalikan hama wereng coklat dan wereng punggung putih diantaranya fipronil dan imidakloprid. Insektisida buprofezin juga dapat digunakan untuk mengendalikan. Untuk mengendalikan penyakit tungro dapat digunakan insektisida imidakloprid, tiametoksan, etofenproks dan karbofuran.
7. Panen
a. Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji telah masak fisiologis, atau sekitar 90 % malai telah menguning.
b. Setelah dipanen, gabah harus segera dikeringkan agar diperoleh rendemen dan mutu beras yang baik.
c. Pada prinsipnya cara panen dan pengolahan hasil padi hibrida tidak berbeda dengan padi biasa (padi inbrida).
2.4 Prospek Benih Padi Hibrida
Padi adalah sumber makanan pokok bagi hampir seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, padi merupakan komoditi strategis yang dapat memberikan dampak yang serius pada bidang sosial, ekonomi, maupun politik di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, pengadaan padi nasional harus betul-betul diperhatikan agar tidak terjadi gejolak yang tidak diinginkan.
Penggunaan varietas hibrida dapat memberikan lonjakan peningkatan produktivitas yang memberikan harapan terpenuhinya kebutuhan padi dimasa yang akan datang. Teknologi padi hibrida potensial untuk memenuhi kebutuhan pangan di indonesia.
Di Indonesia dalam meningkatkan produksi padi, berbagai macam varietas telah dirakit untuk mendapatkan suatu varietas yang pertumbuhannya baik, berumur pendek, produksi tinggi, memiliki rasa yang enak, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta cekaman biotik. Dalam perakitan suatu varietas padi para pemulia perlu mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia, yaitu merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang dikelilingi oleh lautan sehingga secara klimatologi memiliki iklim yang mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu adanya organisme biotik yang saling berinteraksi satu dan lainnya dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, serta memiliki masyarakat dengan sosial kulturnya yang beranekaragam, sehingga dalam perakitan suatu varietas perlu mempertimbangkan hal itu dan memperhatikan keberadaan tanaman lokal yang sudah teruji dan terseleksi pada lokasi tersebut.
Dalam pengambilan kebijakan pemerintah terhadap penggunaan benih hibrida impor merupakan ide yang tidak berlebihan, tetapi tidak harus dipaksakan. Untuk melaksanakan program itu pemerintah harus menyiapkan tenaga pendamping yang lebih banyak untuk mendampingi dan mengajarkan petani dalam hal budidaya tanaman padi hibrida. Para pendamping petani dapat direkrut oleh pemerintah dari sarjana pertanian yang bekerja secara terus menerus di lokasi pertanian dan tidak tergantung pada kegiatan proyek yang bersifat sementara, sehingga produktivitas pertanian dapat berkelanjutan.
Pengembangan benih hibrida kedepan, sebagai salah satu program untuk mencapai ketahanan pangan perlu dipertimbangkan, terutama pengaruhnya pada lingkungan dan biodiversitas dalam agroekosistem terutama menjaga dan meningkatkan kelestarian kesuburan tanah dan keanekaragaman hayati.
Untuk mencapai swasembada beras nasional menuju ketahanan pangan, ada beberapa program yang harus diperhatikan, 1) pengelolaan pertanian berbasis pada peningkatan produksi yang dibarengi dengan pelestarian kesuburan tanah yang berkelanjutan; 2) diperlukan tenaga pendamping (sarjana pertanian) yang bertugas secara terus menerus di lokasi kerja pada lahan pertanian; 3) diperlukan kolaborasi antara petani dan akademisi yang langsung dapat menerapkan IPTEK pertanian.
Berkaitan dengan pengelolaan pertanian berbasis pada peningkatan produksi yang dibarengi dengan pelestarian kesuburan tanah yang berkelanjutan, maka perlu diperhatikan, a) aspek budidaya yang mencakup persiapan yaitu persiapan lahan, pemilihan benih unggul; b) pemeliharaan mencakup pemupukan, pengairan dan pengelolaan hama penyakit, dalam hal ini yaitu penggunaan benih unggul tahan hama, mengurangi penggunaan pestisida sintetis, dan mengoptimalkan potensi musuh alami; c) penanganan panen dan pascapanen; d) peningkatan konservasi dan kesuburan tanah, dalam hal ini pemberian pupuk yang berimbang dan penggunaan bahan organik.
Selanjutnya upaya perbaikan mutu benih yang digunakan dalam proses produksi, pemerintah telah menyiapkan dana untuk subsidi benih dan untuk perbaikan sarana irigasi, yaitu telah dialokasikan anggaran yang cukup signifikan. Langkah ini tidak keliru, tapi mungkin belum secara langsung menjangkau permasalahan yang aktual, yaitu produksi padi hanya akan meningkat jika peran petani dalam proses produksi dapat dioptimalkan. Peran petani dapat dioptimalkan apabila ada insentif baginya agar tingkat kesejahteraannya meningkat. Artinya jika petani meningkat pendapatan karena partisipasinya dalam kegiatan produksi. Jadi jika harga beras dipertahankan maka ongkos produksi harus diturunkan. Operasionalisasinya adalah pemerintah perlu mensubsidi biaya pengadaan benih, pupuk, pestisida. Apabila terjadi impor benih padi hibrida, maka perlu diperhatikan nilai subsidi yaitu akan meningkat.
Alternatif lain adalah melepaskan kendali harga beras, hal ini akan meningkatkan harga beras. Pilihan ini kemungkinannya kecil karena ongkos politiknya mahal. Jika subsidi diberikan misalnya untuk biaya benih, dan sarana irigasi, sedangkan pupuk dan pestisida tidak tetapi dibebankan pada petani, maka di lapangan petani bisa jadi menanam benih hibrida itu, tetapi tanpa didukung oleh pupuk dan pestisida, karena keterbatasan biaya maka akan berakibat tidak optimalnya produksi padi hibrida, dan bahkan peluang serangan hama dan penyakit cukup besar, sehingga secara budidaya akan berdampak pada pencitraan benih hibrida tidak layak dan tidak cocok ditanam petani.
Sebagaimana kita ketahui bahwa negara kita memiliki cukup banyak pakar yang mempunyai kemampuan intelektual yang memadai, ditambah lagi dengan para lulusan sarjana pertanian yang setiap tahunnya menyelesaikan studinya dari berbagai perguruan tinggi. Namun dalam penerapan IPTEK masih terbatas pada kegiatan yang sifatnya proyek (sementara) dan belum berbasis pada tugas dan kewajiban rutin dan terencana.
Menyikapi fenomena yang terjadi ini, selayaknya pemerintah mencanangkan program optimalisasi produktivitas pertanian dengan cara merekrut para sarjana pertanian untuk ditempatkan secara langsung pada unit-unit atau kelompok tani dan bergabung bersama petani dalam melakukan pengelolaan pertanian secara terarah dan mandiri. Hal ini dapat dilakukan secara terus menerus tanpa ada ketergantungan dengan program yang bersifat proyek sementara, tetapi didasarkan atas tugas pokok dan fungsinya sebagai pendamping petani di desa. Bahkan dimungkinkan pemerintah mengalokasikan anggaran khusus berupa tunjangan profesi kepada pendamping (sarjana pertanian) itu, sehingga profesionalisme dalam pengelolaan pertanian dapat terjamin dengan baik. Ini adalah bentuk komitmen pemerintah dalam menjadikan pertanian sebagai basis ekonomi kerakyatan yang pada akhirnya akan menuju pola agribisnis moderen.
Apabila hal ini dilakukan secara sungguh-sungguh maka keuntungannya antara lain sebagai berikut, 1) terjadinya inovasi dan produktivitas pertanian moderen; 2) berkurangnya tingkat pengangguran khususnya para sarjana pertanian; 3) memberikan peluang terhadap berkembangnya agroindustri; 4) perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan dan ekonomi petani dan masyarakat perdesaan.
Untuk mencapai swasembada beras di Indonesia, berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kualitas padi terus diupayakan. Peningkatan hasil panen padi dimulai dari pemilihan benih unggul (hibrida) yang baik. Dengan pemilihan benih varietas padi hibrida sudah terbukti dapat meningkatkan hasil panen 15 – 20% atau pertambahan ± 1 ton per hektar. Hal ini tentunya akan berdampak positif pada pendapatan petani yang semakin meningkat.

III. PEMBAHASAN

3.1 Teknik Produksi Benih Padi Hibrida
Prinsip pembuatan benih padi hibrida adalah memanfaatkan sifat heterosis (hybrid vigor) ketika dua tetua yang berbeda dikawinkan. Benih yang dihasilkan (F1) ketika ditanam diharapkan akan memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan dua tetuanya. Prinsip inilah yang digunakan untuk memproduksi benih jagung hibrida. Ketika tetua jagung A dalam kondisi homozigot (didapatkan melalui perkawinan sendiri/selfing) disilangkan dengan tetua jagung B yang juga dalam kondisi homosigot, maka biji yang dihasilkannya adalah heterosigot yang ketika ditanam akan memberikan hasil (produksi) lebih baik dibandingkan dengan tetua A dan B. Persilangan buatan pada jagung jauh lebih mudah dibandingkan padi karena posisi bunga jantan dan betina terpisah di dalam satu pohon.
Dalam skala industri bunga jantan yang tidak dikehendaki bisa dipotong menggunakan mesin. Namun, dengan adanya sifat mandul jantan pada jagung tetua A sebagai tetua betina tidak perlu dilakukan pemotongan bunga jantannya. Pada produksi benih padi hibrida tentu saja tidak bisa menggunakan prinsip kerja seperti pada jagung, sehingga mutlak diperlukan tetua A yang memiliki sifat mandul jantan, karena bunga padi sangat kecil dan banyak dan tidak mungkin dilakukan kastrasi (membuang benang sari) satu persatu.
Pada produksi benih padi hibrida diperlukan 3 tetua, yakni tetua A sebagai galur yang punya sifat mandul jantan, sering disebut galur CMS (Cytoplasmic male sterility line) galur B (maintainer line) yang berfungsi sebagai tetua yang ketika disilangkan dengan tetua A bisa menghasilkan benih yang ketika ditanam tanamannya adalah mandul jantan juga. Tanpa tetua B benih-benih tetua A tidak mungkin bisa diproduksi. Tetua yang lain adalah tetua R (restorer), yakni tetua yang akan disilangkan dengan tetua A untuk menghasilkan benih F1. Ketiga tetua inilah yang dipakai sebagai modal untuk menghasilkan benih F1 yang bagus. Dalam penyilangan antara tetua A dan tetua R. Tanaman tetua jantan dan betina di tanam dalam baris berselang seling dengan perbandingan (1:3 atau 1:4).

Untuk mendapatkan 3 tetua tersebut tentu saja memerlukan waktu bertahun-tahun dan penelitian yang tidak mengenal lelah. Tetua A dan B merupakan pasangan yang tidak terpisahkan dan harus cocok secara genetik. Tetua A atau galur CMS merupakan galur yang secara genetik membawa sifat mandul jantan ditandai dengan tidak adanya kemampuan menghasilkan polen yang fertil. Sifat ini di bawa oleh DNA faktor S (steril) yang terdapat pada sitoplasma, ketika berinteraksi dengan DNA pada inti sel (rr) yang juga steril maka ekspresi polen menjadi steril juga. Pada persilangan CMS (A) dan maintainer (B), yang dipakai sebagai induk betina adalah galur A dengan gen S pada sitoplasma. Polen yang digunakan dari galur B bersifat fertil, namun gen S pada mitokondria B tidak terikut pada persilangan A x B. Oleh karena itulah benih-benih yang dihasilkan dari persilangan A x B ketika ditanam akan steril.
Galur A dan B ini harus dicari dengan cara mengeskplorasi plasma nutfah yang ada, baik dari varietas lokal/ introduksi, japonica/indica, varietas liar, dan sebagainya. Persilangan dengan jarak genetik yang berbeda biasanya bisa menghasilkan tanaman CMS. Untuk menghasilkan tanaman A dan B yang kembar biasanya dilakukan silang balik berkali-kali. Hal ini perlu dilakukan agar ketika dilakukan persilangan dengan restorer tidak banyak variasi genetik pada tanaman CMS. Tanaman CMS harus seragam secara genetik. Dengan persilangan silang balik berulang-ulang akan dihasilkan tanaman CMS dan maintainer yang susunan genetik pada gen inti sama kecuali gen S pada sitoplasma.
Ada beberapa factor yang perlu di perhatikan dalam proses hibridasi, seperti:
1. Factor Internal
• Pemilihan Tetua
Ada lima kelompok sumber plasma nutfah yang dapat dijadikan tetua persilangan yaitu: (a) varietas komersial, (b) galur-galur elit pemuliaan, (c) galur-galur pemuliaan dengan satu atau beberapa sifat superior, (d) spesies introduksi tanaman dan (e) spesies liar. Peluang menghasilkan varietas unggul yang dituju akan menjadi besar bila tetua yang digunakan merupakan varietas-varietas komersial yang unggul yang sedang beredar, galur-galur murni tetua hibrida, dan tetua-tetua varietas sintetik.
• Waktu Tanaman Berbunga
Dalam melakukan persilangan harus diperhatikan:
a. Penyesuaian waktu berbunga.
Waktu tanam tetua jantan dan betina harus diperhatikan supaya saat anthesis dan reseptif waktunya bersamaan.
b. Waktu emaskulasi dan penyerbukan.
Pada tetua betina waktu emaskulasi harus diperhatikan, seperti pada tanaman padi , penyerbukan harus dilakukan pada pagi hari, jika penyerbukan dilakukan pada waktu tersebut polen akan jatuh ke stigma. Selain itu penyerbukan harus dilakukan pada stigma reseptif. Jika antara waktu antesis bunga jantan dan waktu reseptif bunga betina tidak bersamaan, maka perlu dilakukan singkronisasi. Caranya dengan membedakan waktu penanaman antara kedua tetua, sehingga nantinya kedua tetua akan siap dalam waktu yang bersamaan. Untuk tujuan sinkronisasi ini diperlukan informasi tentang umur tanaman berbunga.
2. Factor Eksternal
• Pengetahuan tentang Organ Reproduksi dan Tipe Penyerbukan
Untuk dapat melakukan penyerbukan silang secara buatan, hal yang paling mendasar dan yang paling penting diketahui adalah organ reproduksi dan tipe penyerbukan. Dengan mengetahui organ reproduksi, kita dapat menduga tipe penyerbukannya, apakah tanaman tersebut menyerbuk silang atau menyerbuk sendiri. Tanaman menyerbuk silang dicirikan oleh struktur bunga sebagai berikut :
a. Secara morfologi, bunganya mempunyai struktur tertentu
b. Waktu antesis dan reseptif berbeda
c. Inkompatibilitas atau ketidaksesuaian alat kelamin
d. Adanya bunga monoecious dan dioecious
• Cuaca Saat Penyerbukan
Cuaca sangat besar peranannya dalam menentukan keberhasilan persilangan buatan. Kondisi panas dengan suhu tinggi dan kelembaban udara terlalu rendah menyebabkan bunga rontok. Demikian pula jika ada angin kencang dan hujan yang terlalu lebat.

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bedasarkan teknik produksi padi hibrida yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa untuk menciptakan padi hibrida ini diperlukan 3 tetua yaitu tetua A, tetua B dan tetua R. Namun untuk mendapatkan 3 tetua tersebut peneliti membutuhkan waktu bertahun-tahun. Kemudian terdapat beberapa faktor mutlak dalam pembenihan padi hibrida ini, antara lain :
1. Pemilihan lokasi yang tepat
2. Kondisi cuaca yang optimum
3. Isolasi pertanaman padi lainnya
4. Perbandingan jumlah baris antara tanaman A dan B pada perbanyakan galur A dan R pada produksi benih F1
5. Arah baris tanaman.
Pengelolaan tanaman padi hibridra berisi tentang cara budidaya padi pada umumnya, hanya saja hasil benih yang dicapai sangat dipengaruhi oleh sinkronisasi pembuangan antara galur A dengan B, atau antara galur A dengan galur R. Sinkronisasi pembuangan sangat diperlukan untuk terjadinya persilangan antara galur tertua. Sedangkan sinkronisasi pembuangan sangat dipengaruhi oleh lokasi, musim, kondisi lapang, cuaca, dan umur berbunga galur A, B, dan R. Untuk memperoleh sinkronisasi pembuangan yang baik dapat ditempuh dengan a) pengaturan waktu tabur, dan b) prediksi dan penyesuaian waktu berbunga.
(Suyamto, 2007)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymousa, 2008. Definisi Padi Hibrida. http://bbigondo.blogspot.com/ diakses pada 12 Maret 2014
Anonymousb. 2012. Prospek Benih Padi Hibrida Impor dan Permasalahannya. http://inspirasibangsa.com/prospek-benih-padi-hibrida-impor-dan-permasalahannya/. Diakses 18 Maret 2014
Anonymousc. 2013. Pengembangan Padi Hibrida Untuk Meningkatkan Produksi Beras. http://www.kamusilmiah.com/pangan/pengembangan-padi-hibrida-untuk-meningkatkan-produksi-beras/. Diakses 10 Maret 2014
Anonymousd, 2014.metode produksi benih padi hibrida.http://rekgen1.blogspot.com/2012-/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html.diakses pada 9 Maret 2014.
Anonymouse, 2014.padi hibrida..Budidaya « agriculture in my mind.htm. diakses pada9 Maret 2014
Anonymousf, 2014.teknik hibridasi Budidaya Anak Tani.htm. diakses pada 9 Maret 2014
Badan Litbang Deptan. 2007. Teknik Produksi Benih Padi Hibrida. http://cybex.deptan.go.id/lokalita/teknik-produksi-benih-padi-hibrida. Diakses 18 Maret 2014.
Deptan, 2014. Definisi Padi Hibrida. http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/varietas-padi-hibrida Diakses pada 12 Maaret 2014
Diperta, 2014. Keunggulan dan Kelemahan Padi hibrida. http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1285 Diakses pada 12 Maaret 2014
Fatwiwati, Andi Yulyani. 2008. Petunjuk Teknis: Budidaya Padi Hibrida. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Gorontalo
Marlina, Liens. 2011. Definisi Padi Hibrida. http://lhienseinzyinz.blogspot.com/2011/09/budidaya-tanaman-padi-hibrida.html Diakses pada 12 Maaret 2014
Satoto, B. Suprihatno, dan B. Sutaryo. 1994. Heterosis dan variasi genotipik berbagai karakter hibrida padi.Media Penelitian Sukamandi 15: 6-11.
Suprihatno, B dan Satoto. 1989. Pembuatan dan Produksi Benih Padi Hibrida. Makala pada Latihan Teknik Pemuliaan Tanaman dan Hibrida. Sukamandi.
Suwarno, Bambang Suprihatno, Udin s. Nugraha dan I Nyoman Widiarta. Produksi dan Pengembangan Padi Hibrida. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2002
Yulvani, Andi, dkk. 2008. Petunjuk Teknis Budidaya Padi Hibrida. Balai Pengakajian Teknologi Pertanian. Gorontalo.
File Download : Benih Padi Hibrida

Leave a comment